, ,

Imbas Tuntutan Rendah, Pelaku Kekerasan Seksual pada Perempuan Disabilitas, DPD PPDI Sulsel Desak Pencopotan Kajari Barru

oleh -355 Dilihat
oleh

Imbas Tuntutan Rendah, Pelaku Kekerasan Seksual pada Perempuan Disabilitas, DPD PPDI Sulsel Desak Pencopotan Kajari Barru

SULSELBramastanews.com_Kasus kekerasan seksual terhadap perempuan penyandang disabilitas ganda ANS oleh terdakwa berinisial AB (71 th), hanya di tuntut tiga (3) tahun penjara.

Hal itu dikatakan menunjukkan rendahnya komitmen institusi Kejaksaan dalam hal ini Kejaksaan Negeri Barru yang mengabaikan rasa keadilan masyarakat terutama komunitas rentan (disabilitas) yang membutuhkan perlindungan hukum dari prilaku kekerasan serta ketidakadilan.

Palufti, Ketua Dewan Pengurus Daerah Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (DPD PPDI) Sulawesi Selatan menyampaikan rasa kekecewaan terhadap institusi Kejaksaan Baru atas tuntutan yang dianggap rendah yang mencederai rasa keadilan.

BACA JUGA  VRITIMES Jalin Kemitraan Strategis dengan Infosulawesi.com untuk Perkuat Distribusi Berita Digital

“Kami melihat fakta ini sebagai gambaran buruk penegakan hukum terhadap pelaku kekerasan seksual yang korbannya penyandang disabilitas. Dalam merumuskan tuntutan JPU sama sekali tidak mempertimbangkn kondisi korban yang merupakan perempuan dengan keterbatasan fisik dan intelektual yang harusnya ditempatkan dalam posisi sangat rentan terhadap kekerasan,” ujar Palutfi dalam keterangan pernyataan kepada  media pada Minggu 18/05/2025.

Menurut Palutfi ,sekalipun korban sudah berusia 19 tahun, secara biologis kondisi kematangan intelektualnya berdasarkan hasil asesmen psikiater, korban memiliki tingkat kematangan mental setara dengan usia kanak-  kanak kondisi mental korban ini menandakan setidaknya terdapat 4 lapis kerentanan yang dialami korban:
1. Perempuan
2. Kondisi kematangan intelektualnya sama dengan kanak kanak.
3. Disabilitas fisik.
4. Disabilitas intelektual.

“Tuntutan JPU yang mengabaikan kondisi korban yang seharusnya menjadi variabel pemberat tuntutan ini yang bahkan sempat dipertanyakan Ketua Majelis Hakim, Imelda S.H. saat tuntutan tiga (3) dibacakan JPU menginterupsi pembacaan tuntutan dan mempertanyakan secara terbuka dasar tuntutan yang dianggap janggal dengan ucapan bernada keras, “Apakah anda yakin, pak jaksa, atas tuntutan tiga tahun ini? Ini perkara luar biasa. Ini soal kekerasan seksual terhadap anak yang bahkan mengalami disabilitas ganda,” tegas Palutfi.

BACA JUGA  PMI Asal Tanggerang Ngaku Kerap Dipaksa Kerja Meski Sakit dan Dihukum Sarikah "M" Kini Minta Pulang ke Indonesia

Masuh kata Palutfi, jika JPU mendasarkan tuntutannya pada UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang ancaman pidananya maksimal 15 tahun penjara, tuntutan tiga (3) tahun penjara jauh dari perasaan keadilan publik apalagi jika yang menjadi korban adalah perempuan disabilitas dengan tingkat kerentangan ganda seperti yang dialami korban seharusnya ancaman pidananya diperberat 1/3 hukuman dari ancaman maksimal yang diatur dalam UU.

“UU TPKS sendiri sangat tegas dalam memberikan perlindungan terhadap korban disabilitas. Pasal 42 hingga Pasal 47 mengatur secara khusus bentuk perlindungan, termasuk kewajiban negara untuk memastikan keadilan dan perlakuan setara terhadap korban dengan kebutuhan khusus. Sementara Pasal 14 UU TPKS menyebut pelaku kekerasan seksual yang korbannya adalah penyandang disabilitas akan dikenakan pemberatan hukuman, yaitu 1/3 lebih berat dari hukuman yang telah diatur dalam UU ini.

“Tuntutan tiga (3) tahun penjara oleh Kejaksaan Negeri Barru bukan saja mengabaikan rasa keadilan publik tapi juga secara vulgar mengabaikan aturan dalam UU TPKS sehingga tidak beralasan bagi Majelis Hakim Pengadilan Negeri Barru memedomani tuntutan JPU yang tidak memiliki dasar normatif maupun keadilan serta kemanusiaan dan memutus perkara a qua dengan putusan maksimal atau setidaknya mempertimbangan perasaan keadilan masyarakat dan terutama korban dan komunitas rentan yang harusnya memperoleh perlindungan hukum serta keadilan melalui putusan majelis hakim, cetus Palutfi.

BACA JUGA  Pengamat: Selain Ajukan Banding, Mantan Kapus Bojong Bisa Laporkan Tindakan APH Yang Tak Profesional & Adil

“Keputusan menuntut rendah terdakwa bukan merupakan keputusan JPU semata melainkan harus dipandang sebagai keputusan institusional karena secara prosedural tuntutan JPU harus memperoleh persetujuan berjenjang yang usulkan JPU terlebib dahulu lalu Kasi Pidum dan Kajari selaku penentu terakhir sambung ketua DPD PPDI Sulawesi Selatan Palutfi.

“Karena itu Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Perhimpunan Penyandang Disabitas Indonesia (PPDI) Sulawesi Selatan mendesak Jaksa Agung RI segera mencopot Kajari Barru karena jelas dan terang benderang melanggar aturan normatif serta mengabaikan perasaan keadilan masyarakat dengan melakukan tuntutan rendah terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap perempuan disabilitas mental di Pengadilan Negeri Barru,” pungkasnya.

(SS/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *