Purwakarta-Jabar || Bramastanews.com-Ketatnya kontestasi politik dimasa pemilihan membuat para calon peserta pemilu khususnya calon anggota legislatif di wilayah kabupaten kota harus bekerja super extra untuk dapat meraih suara.
Sehingga untuk dapat mencapai perolehan suara tersebut, terkadang berbagai upaya dilakukan oleh para peserta pemilu baik dari awal sosialisasi maupun kampanye dalam meraih simpati masa.
Namun ternyata apapun bentuk kegiatan peserta pemilu baik saat sosialisasi maupun kampanye diperlukan biaya yang tidak bisa di bilang sedikit.
Sementara animo masyarakat terhadap kedatangan peserta pemilu baik saat sosialisasi maupun kampanye lumayan tinggi, dan saat seperti itu masyarakat kerap memanfaatkannya untuk jadi ajang mencari uang.
Kesadaran masyarakat dibeberapa lokasi terutama di wilayah Dapil-4 Bojong Darangdan untuk menentukan dan memilih calon yang berkualitas terpantau masih minim, sebab orientasi mereka lebih cenderung transaksional daripada rasional.
Bertemunya dua kebutuhan dari pihak peserta pemilu dan masa yang berorientasi transaksional, di duga jadi penyebab terjadinya politik uang yang marak dimasa pemilihan.
Bahkan menjelang hari H dimana pemilihan akan dilaksanakan, tim sukses dari masing-masing calon anggota legislatif tak segan bagi-bagikan uang kepada masyarakat.
Berdasarkan undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu pasal 523 ayat (1) menjelaskan,
“Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau meteri lainnya sebagai imbalan kepada peserta Kampanye Pemilu secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam pasal 280 ayat (1) huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Namun dalam pelaksanaannya, meski secara jelas ketentuan pidananya, ketentuan undang-undang tersebut banyak dilanggar, bahkan berdasarkan data yang diperoleh awak media bramastanews.com, pelanggaran terhadap undang-undang pemilu pasal 523 terkait politik uang hampir dilakukan semua calon anggota legislatif.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat menyatakan praktik politik uang sebagai hal yang haram, bagi siapapun yang melakukannya, hal itu seperti yang disampaikan Sekretaris MUI Jawa Barat Rafani Akhyar.
Politik uang diketahui berikan dampak yang buruk bahkan menodai pemilu sendiri, merubah pandangan pemilih sehingga dapat kerap kali mengganggu integritas penyelenggaraan pemilu.
Oleh sebab buruknya dampak politik uang dan dinyatakan dengan tegas bahwa haram hukumnya oleh MUI, akankah bagi penerimanya menjadi BERKAH.
Ataukah malah jadi musibah kedepannya, sebab peserta pemilu terpilih dipastikan menang atas dasar suara hasil transaksi, bukan atas dasar pemikiran dan seleksi yang rasional.