PALI – Bramastanews.com, Dugaan keracunan massal yang menimpa ratusan siswa dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) menyisakan banyak pertanyaan. Tempe goreng disebut sebagai salah satu pemicu utama bersama air PAM dalam kejadian ini, namun sejumlah pihak meminta agar kesimpulan tersebut tidak diambil secara tergesa-gesa.
Hasil uji laboratorium memang menemukan keberadaan bakteri Staphylococcus aureus pada sampel tempe goreng. Namun, menurut para pemerhati pangan, kesimpulan sepihak yang menyalahkan tempe tanpa analisis menyeluruh dianggap tidak adil dan berpotensi merugikan pelaku usaha tempe lokal.
Tempe sendiri merupakan pangan tradisional Indonesia yang dikenal kaya gizi dan selama ini diandalkan dalam berbagai program penanganan gizi buruk dan pencegahan stunting. Kontaminasi bakteri, jika memang terjadi, diyakini bukan berasal dari bahan dasarnya, melainkan kemungkinan besar akibat kesalahan dalam penanganan pasca-produksi, penyimpanan, atau penyajian makanan.
Beberapa fakta di lapangan pun mengindikasikan bahwa faktor lain bisa jadi turut memicu keracunan. Salah satu guru di Kecamatan Talang Ubi mengungkapkan bahwa sejumlah siswa yang tidak mengonsumsi tempe namun memakan ikan tongkol mengalami gejala berat hingga harus menjalani perawatan di rumah sakit.
“Siswa kami tidak memakan tempe. Yang dimakan hanya ikan tongkol, justru malah keracunan parah sampai diopname dua hari,” ungkapnya, (21/5).
Selain itu, air dari PDAM Tirta PALI Anugerah yang juga menjadi salah satu faktor yang dituding dalam kasus ini, selama ini digunakan secara luas oleh masyarakat. Namun anehnya, hanya peserta program MBG yang mengalami gejala serius. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa masalah bisa saja terjadi pada proses penyajian makanan dalam program tersebut.
Menyikapi polemik ini, Anggota DPRD Kabupaten PALI, Husni Thamrin, turut angkat bicara. Politisi sekaligus Ketua DPD Partai Hanura PALI ini meminta masyarakat untuk tetap tenang dan tidak serta-merta menyalahkan tempe sebagai penyebab keracunan.
“Saya hampir setiap hari makan tempe, dan alhamdulillah saya dan keluarga sehat-sehat saja,” ujar Husni Thamrin, (21/5).
Ia menilai bahwa tempe adalah bagian dari identitas kuliner masyarakat PALI, khususnya di Pendopo. Menurutnya, produk tempe lokal memiliki kualitas dan cita rasa yang tak kalah dari daerah lain.
“Tempe Pendopo belum ada tandingannya. Bahkan dibandingkan dengan daerah lain, tempe kita adalah yang terbaik,” tegasnya.
Husni juga mendorong agar para pengrajin tempe terus menjaga kualitas produksi dan tidak terpuruk oleh stigma yang belum tentu benar. Ia menekankan bahwa penyebab keracunan bisa kompleks dan butuh kajian ilmiah mendalam.
“Mungkin saja tempe yang dikonsumsi saat kejadian memang terkontaminasi, tapi penyebab keracunan tidak bisa disimpulkan sepihak oleh masyarakat awam,” imbuhnya. (Bm/Red)