Jakarta || bramastanews.com
Terdakwa Junaedi Hasan, salah satu dari 2 (dua) pelaku penggelapan dana sebesar 10,6 miliar milik perusahaan PT Surya Rezeki Timber Utama (SRTU) dituntut hukuman pidana penjara 3 (tiga) tahun. Tuntutan tersebut dibacakan oleh Jaksa Penuntut umum di hadapan persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Selasa, 17/01.
Di dalam requisitornya, Penuntut Umum berkesimpulan bahwa unsur melawan hukum sebagaimana yang termuat di dalam dakwaannya telah terpenuhi. Terdakwa Junaedi Hasan bersama dengan Terdakwa M. Alwi secara sadar telah memerintahkan kepada Saudari Yulia dan Saudari Wina untuk membuka rekening dengan tujuan untuk keperluan operasional perusahaan SRTU, padahal kedua terdakwa tahu bahwa berdasarkan aturan perusahaan, seluruh transaksi penjualan hanya boleh dilakukan melalui rekening milik perusahaan.
Selain itu, di dalam analisa yuridisnya juga, Penuntut Umum berkesimpulan bahwa unsur melawan hukum juga dianggap telah terpenuhi, dari perbuatan terdakwa yang telah mengganti aplikasi pencatatan keuangan perusahaan dari yang semula menggunakan Accurate, menjadi menggunakan Zahir. Hal mana telah membuat pencatatan transaksi SRTU menjadi sulit untuk dilakukan.
Menanggapi hasil sidang tuntutan ini, Advokat Jaka Maulana, S.H., dari LQ Indonesia Law Firm selaku Penasihat Hukum korban menyatakan apresiasinya kepada Kejaksaan Negeri Jakarta Timur.
“Ya syukurnya setelah melalui proses pembuktian yang panjang dan berlarut-larut, pada akhirnya tuntutan yang disampaikan juga engga main-main. Kami tidak sekadar melihat berapa tahun tuntutannya, tapi kami lebih mencermati tentang bagaimana Penuntut Umum menyusun konstruksi hukum di dalam analisa yuridisnya, kan dari situ kita bisa nilai sendiri, ini Jaksa niat apa engga. Dan yang disampaikan tadi udah bagus kok, memang begitulah faktanya. ” katanya.
Namun demikian Jaka tetap mendesak kepada Kejaksaan Negeri Jakarta Timur untuk segera melakukan pemeriksaan kesehatan ulang terhadap terdakwa M. Alwi yang hingga sampai saat ini belum bisa dihadirkan ke persidangan.
“Hasil pemeriksaan dari (rumah sakit) Adhyaksa pada bulan Juni 2022 kan bilang agar M. Alwi kembali menjalani pemeriksaan tiga bulan setelah itu, dan ini sudah Januari 2023, berarti sudah bulan ketujuh. Masa Jaksanya diem aja.” Ketus Jaka.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Perkara ini berawal ketika para terdakwa M. Alwi dan Junaidi Hasan yang tidak lain merupakan saudara kandung dari Pelapor ini ditunjuk sebagai pelaksana di perusahaan milik pelapor sejak tahun 2018.
“Kedua terdakwa ini masih merupakan saudara, bahkan punya hubungan kakak beradik dengan pelapor. Tapi ternyata dengan kepercayaan yang sebegitu besarnya, terdakwa ini malah menyalahgunakannya hingga perusahaan menderita kerugian sampai sekitar 10 miliar.” Jelasnya.
Jaka juga menjelaskan bahwa pihaknya terus berkoordinasi dengan Kejaksaan untuk segera melakukan pemeriksaan ulang terhadap terdakwa M. Alwi.
“Jangan sampai ada dugaan Kejaksaan kalah sama M. Alwi, padahal kita kan sama-sama tau soal adanya dugaan modus sakit yang digunakan oleh terdakwa. Kami khawatir kalo perihal ini tidak segera dituntaskan, maka akan menimbulkan penilaian yang kurang baik bagi kejaksaan, jangan-jangan emang sengaja terdakwa yang ini dibiarkan menghindari persidangan. Kan jadi penilaian yang kurang bagus nantinya.” Kata Jaka.
Berdasarkan hasil pantauan yang dilakukan oleh tim media, sidang perkara nomor 300/Pid.B/2022/PN.JKT.TIM akan kembali digelar pada tanggal 31 Januari 2023 dengan agenda pembacaan nota pembelaan dari Penasihat Hukum.
LQ Indonesia Law Firm sebagai firma hukum yang terkenal vokal dan berintegritas telah berkomitmen untuk senantiasa mengawal perkara ini. Kepada masyarakat yang memiliki informasi yang berguna terkait perkara ini dapat menghubungi ke Hotline 0818-0489-0999 Jakarta Pusat.