PALI – Bramastanews.com, Anggaran Program Nasional proyek cetak sawah di Desa Tempirai Raya, Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), bikin geleng kepala. Dari total anggaran Rp 7 miliar untuk 200 hektar lahan, berarti setiap hektar sawah menghabiskan Rp 35 juta.

Padahal, menurut release resmi Direktorat Jendral Prasarana dan Sarana Pertanian (Ditjen PSP) Kementerian Pertanian (Kementan) RI Tahun 2018, biaya cetak sawah di wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara senilai Rp 16.000.000,00/Ha dan untuk wilayah Papua, Papua Barat, Maluku dan Maluku Utara senilai Rp 19.000.000,00/Ha.
Sebagai pembanding biaya di wilayah Sumatera, dilansir radarseluma bacakoran.com Kepala Dinas Kabupaten Seluma, Bengkulu, Arian Sosial, menyampaikan bahwa untuk program cetak sawah tahun 2025, biaya yang dialokasikan hanya Rp 750 ribu per hektar untuk kegiatan SID (Survey Investigasi Desain), dan Rp 20 juta hingga Rp 32 juta per hektar untuk kegiatan konstruksi cetak sawah.
Dengan demikian, total maksimal anggaran per hektar di Kabupaten Seluma Provinsi Bengkulu adalah sekitar Rp 32,75 juta, masih lebih rendah dibanding Kabupaten PALI yang mencapai Rp 35 juta per hektar.
Sebelumnya, Ketua Umum MPPDT Dr. Subiyanto Pudin, S. Sos., SH., M.Kn., C.LA., melayangkan surat protes melalui pemerintah daerah dan DPRD PALI atas proyek yang digaungkan Presiden Prabowo sebagai salah satu program Asta Cita sebagai penopang Ketahanan Pangan Nasional.
Protes dan kritik mantan Sekjen KSPSI juga Anggota DJSN periode 2014-2024 itu bukan tidak mendasar, Ia menilai proyek yang digadang gadang untuk hajat hidup masyarakat dan petani itu minim keterbukaan informasi publik, tanah adat/ulayat dimasukan dalam desain cetak sawah, belum ada kajian RKL-UPL, tidak menganut asas transparansi dan akuntabilitas, serta urgensi pembentukan POKJA dan penguatan Bimtek bagi kelompok tani.
Menyikapi polemik ini, DPRD Kabupaten PALI telah menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) pada 30 Juni 2025. Dari rapat itu, salah satu poin penting yang disepakati adalah evaluasi menyeluruh terhadap proyek cetak sawah, termasuk transparansi data, kajian teknis, hingga kepastian status tanah.
Salah satu poin kritis adalah desakan agar program tidak menyentuh Padang Danau Tempirai yang oleh masyarakat dianggap sebagai Tanah Ulayat Wang Tempirai, hingga ada keputusan hukum dari BPN.
Ia juga menyoroti tidak adanya papan informasi proyek di lokasi pengerjaan cetak sawah. hal itu dianggap sebagai pelanggaran prinsip keterbukaan anggaran dan potensi pelanggaran hukum administrasi.
“Tanpa papan proyek, publik tidak tahu siapa pelaksana, dari mana anggarannya, berapa nilainya. Ini rawan penyelewengan,” tegasnya.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten PALI, Ahmad Joni, mengatakan bahwa proyek cetak sawah itu menggunakan dana dari POK Kementan RI sebesar Rp 7 miliar untuk 200 hektar.
“Anggaran dari POK Kementan. Luasnya 200 hektar, nilainya Rp 7 miliar. Dikerjakan oleh Danrem 044 GAPO,” ungkap Joni (2/7).
Joni juga mengakui bahwa papan informasi proyek memang belum terpasang. Namun ia mengaku sudah meminta pihak TNI sebagai pelaksana proyek untuk segera memasangnya.
“Sudah saya sampaikan ke pihak TNI. Besok (hari kamis, red) akan dipasang, itu informasi dari mereka,” ujarnya.
Padahal titik nol dan proses pekerjaan sudah dimulai dalam dua hari di lokasi proyek tersebut.
Fakta menarik lainnya, standar biaya cetak sawah di wilayah Kabupaten Seluma hanya Rp 32 juta per hektar. Sementara di PALI, Sumatera Selatan, anggaran tembus Rp 35 juta per hektar.
Namun sangat disayangkan, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten PALI, Ahmad Joni saat ditanyakan terkait standar biaya cetak sawah tidak memberikan penjelasan kepada media ini.
Hal tersebut sangat penting agar masyarakat bisa tahu bahwa biaya per hektar cetak sawah yang digelontorkan untuk komponen apa saja mulai dari persiapan (mobilisasi), Land Clearing (LC), pembuatan pematang, pembuatan jalan usaha tani, pembuatan jaringan irigasi, pekerjaan pengolahan tanah, pekerjaan penanaman, hingga panen.
Dan juga program nasional ketahanan pangan yang dicanangkan Presiden RI Prabowo Subianto ini mendapatkan peran aktif dari masyarakat dalam ranka menjamin transparansi dan akuntabilitas setiap rupiah yang di keluarkan dari APBN.
Selain itu, lahan sawah dapat digunakan secara berkesinambungan dan berkelanjutan bagi kehidupan petani. (Bm/Red)