Purwakarta-Jabar || Bramastanews.com
Rehabilitasi bangunan di Rt 05 Desa Parakanlima Kecamatan Jatiluhur Purwakarta timbulkan polemik di lingkungan masyarakat bahkan lingkup Pemdes Parakanlima.
Hal tersebut di jelaskan beberapa tokoh masyarakat saat di wawancara awak media pada 23/8/2023.
“Status bangunan itu tidak jelas, bisa dikatakan kondisional, saat awal Pembangunan Pustu (puskesmas pembantu) di tengah jalan berubah jadi Posyandu, kan ngga jelas,
“Rehab itu seolah di paksakan, di laksanakan tanpa melibatkan aparatur desa dan TPK atau yang sekarang di sebut TPBJ, perhitungan saya anggaran untuk rehab itu juga kegedean”
Selanjutnya tokoh masyarakat tersebut menjelaskan, jika masyarakat di Rt 05 menginginkan perbaikan TPT atau boronjong bukan rehabilitasi bangunan itu.
Di lain tempat Nanang Ketua BPD Desa Parakanlima mengatakan,
“Saya tidak menandatangani persetujuan rehabilitasi posyandu tersebut,
“Rehabilitasi Posyandu itu tidak berdasarkan Musdes, saya belum memberikan persetujuan tertulis, dari awal sudah kita tegur namun kata PJS sudah berkomunikasi dengan pihak DPMD dan ada respon dari sana katanya bisa untuk pembangunan itu, sehingga akhirnya dibangun”
Lebih lanjut Nanang mengatakan, pembangunan itu tidak tercantum di RKPDes dan pihaknya belum menandatangani dokumen perencanaan nya.
Saat diminta tanggapan terkait jumlah alokasi anggaran, Nanang enggan berkomentar.
Sebelumnya pada 22/8/2023 PJ Kepala Desa Parakanlima, Teti Komala menampik adanya rumor terkait dugaan mark up anggaran dalam pembangunan rehabilitasi posyandu tersebut.
Menurutnya anggaran sebesar 81.000.000 itu
sesuai dengan harga perbelanjaan sekarang,
beliau mengaku untuk pembangunan tersebut menggunakan material yang berkualitas contohnya pada baja ringan.
“Insyaallah saya amanah, ini kan bukan saung-saungan nantinya kan akan di tempati orang kan, tambahnya.”
Berdasarkan penelusuran di lokasi kegiatan, tidak semua bagian dari bangunan yang hanya berukuran 5×6 meter itu alami pergantian material baru, keramik lantai bagian dalam tidak alami pergantian, genteng yang di pasang juga nampak tidak seperti baru.
Berdasarkan keterangan warga yang turut terlibat dalam pembangunan itu mengatakan “Pembangunan ini dilaksanakan lima belas harian, dengan jumlah tenaga kerja lima orang, tidak semua gunakan material baru seperti pada bagian genteng juga kelihatannya di oplos”.
Berdasarkan keterangan dari berbagai sumber yang di dapat, polemik di pembangunan itu dimulai dari awal penentuan jenis kegiatan yang tidak melewati tahapan perencanaan secara matang serta persetujuan dari BPD.
Keterlibatan pihak aparatur desa dalam pengelolaan kegiatan juga terlihat minim, kegiatan tersebut bahkan terkesan dipaksakan PJ Kades dan seolah dikelola sendiri atas inisiatifnya.
Padahal yang bersangkutan berasal dari pihak yang seharusnya memahami betul tata kelola sistem pemerintahan desa baik anggaran maupun pelaksanaan.
(Red)