Bekasi – Jabar || bramastanews. Com
Belakangan ini, gerakan aksi masa untuk melamar pekerjaan secara serentak oleh para penganggur di Kabupaten Bekasi telah menjadi sorotan di media. Mereka yang tergabung dalam Perhimpunan Kaum Penganggur Bekasi berunjuk rasa di kompleks pemda Kabupaten Bekasi dengan tujuan menyoroti PJ Bupati Bekasi, Dani Ramdan, yang terkesan enggan bertemu dengan rakyatnya yang masih menganggur. Mereka juga mempertanyakan kebijakan Dani Ramdan untuk mengurangi angka pengangguran, yang dianggap hanya upaya pencitraan semata. Hal ini terbukti dengan semakin meningkatnya angka pengangguran di daerah industri terbesar di Asia Tenggara, ujar Ulung Purnama dalam keterangan pers releasenya kepada media, Sabtu 26/08/2023.
Lanjut Purnama mengungkapkan, bahwa nenurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran terbuka di Kabupaten Bekasi telah mencapai 203.000 orang pada tahun 2022, meningkat dibanding tahun 2021 yang sebesar 197.000 orang. Sebelumnya, Perhimpunan Kaum Penganggur telah melakukan petisi, menuntut Pemerintah Kabupaten Bekasi untuk mewujudkan keinginan warga Bekasi agar dapat bekerja dan menjalani kehidupan yang layak. Menanggapi aksi massa dari Perhimpunan Kaum Penganggur Kabupaten Bekasi tersebut, praktisi hukum terkenal, Purnam, SH, MH, selaku Ketua Kajian & Bantuan Hukum (KBH) Wibawa Mukti, yang sehari-hari aktif dalam memberikan bantuan hukum kepada masyarakat, menyatakan bahwa apa yang dilakukan oleh Perhimpunan Kaum Penganggur Bekasi merupakan bentuk penyampaian aspirasi masyarakat yang harus dipertimbangkan secara serius oleh pemerintah daerah (Eksekutif dan Legislatif). Kehadiran aksi ini sangat penting karena penganggur tidak memiliki tempat lain untuk meluapkan keluh kesah mereka dalam mencari pekerjaan dan memperoleh penghidupan yang layak, tegasnya.
Purnama menambahkan bahwa apa yang disampaikan oleh Perhimpunan Kaum Penganggur adalah hak asasi manusia yang harus dijamin oleh konstitusi negara kita. Selain itu, perlu dibedakan antara penganggur baru yang baru lulus sekolah dengan mereka yang sebelumnya sudah bekerja namun kehilangan pekerjaan karena berbagai alasan. Dalam aksinya, perhimpunan ini mengacu pada Peraturan Bupati Bekasi Nomor 9 tahun 2019, yang menyatakan bahwa setiap perusahaan di Kabupaten Bekasi harus mengalokasikan minimal 30 persen dari tenaga kerjanya kepada pencari kerja yang ber-KTP Kabupaten Bekasi. Untuk mengetahui alokasi rekruitmen tersebut dan penegakan hukumnya, Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) dapat merujuk pada Pasal 3 Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2016 tentang ketenagakerjaan untuk Proyeksi dan Informasi Ketenagausahaan, lontarnya.
Namun, sambung Ulang Purnama, bagaimana pemerintah daerah Kabupaten Bekasi menjalankan Peraturan Bupati tersebut? Dalam penyelenggaraan Ketenagakerjaan Daerah, Pemerintah Daerah harus memiliki basis data, menganalisis, memproyeksikan, dan menginformasikan tenaga kerja sebagai dasar untuk menyusun kebijakan, strategi, dan program pembangunan ketenagakerjaan yang berkelanjutan dengan melibatkan Organisasi Pengusaha dan Serikat Pekerja di Daerah. Penghitungan tenaga kerja baru dapat dilihat dari pembuatan kartu kuning dan lulusan SMA/SMK di seluruh Kabupaten Bekasi, sehingga dapat dipantau dan didata jumlah lowongan kerja yang ada dengan jumlah pencari tenaga kerja.
Purnama menekankan bahwa jumlah pabrik baru yang dibangun di Kabupaten Bekasi harus diproyeksikan untuk menyerap tenaga kerja setiap tahunnya. Organisasi Perangkat Daerah (OPD) harus menjadi yang tercepat dalam mengatur dan mendapatkan laporan tentang peluang serapan tenaga kerja baru. Namun, jika terjadi kekosongan, OPD harus memastikan adanya pengembangan Usaha Kecil Menengah (UKM) atau usaha padat karya untuk menampung tenaga kerja yang tidak dapat bekerja di perusahaan. Pemerintah daerah juga memiliki kewajiban untuk memudahkan masyarakat dalam mendapatkan pekerjaan atau penghasilan, termasuk meningkatkan praktek keterampilan individu secara mandiri, imbuhnya.
“Perhimpunan Kaum Penganggur juga menyampaikan realitas bahwa calon tenaga kerja harus membayar sejumlah uang kepada oknum calo atau lembaga penyalur tenaga kerja agar dapat bekerja. Praktek ini bertentangan dengan Pasal 24 Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2016 tentang ketenagakerjaan, yang melarang siapapun memungut dan memberikan biaya kepada calon tenaga kerja selama proses rekrutmen sampai penempatan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan. Pelanggaran terhadap ketentuan ini akan dikenakan sanksi pidana.
“Dengan kondisi sulitnya mendapatkan pekerjaan di Kabupaten Bekasi, meskipun daerah ini terkenal sebagai pusat industri terbesar di Asia Tenggara dan telah memiliki payung hukum seperti Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 2016 tentang ketenagakerjaan dan Peraturan Bupati Bekasi Nomor 9 tahun 2019 tentang perluasan kesempatan kerja, pemerintah daerah tidak boleh tinggal diam. Pemda Kabupaten Bekasi harus memberikan perlindungan kepada warganya yang menuntut hak mereka untuk mendapatkan pekerjaan, dan Pemerintah Daerah (Eksekutif dan Legislatif) harus membantu mereka. Purnam menekankan bahwa pemerintah daerah tidak bisa menghindar dari tanggung jawabnya karena konstitusi menuntut mereka memberikan kesempatan bagi warga untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Penting bagi pimpinan daerah untuk tidak hanya memberikan pernyataan atau langkah-langkah inovatif terhadap pengangguran di Kabupaten Bekasi, tetapi juga mengimplementasikan penegakan hukum terhadap peraturan yang telah ada sebelumnya, pungkasnya. (**)