Purwakarta -Jabar || Bramastanews.com_Sikapi persoalan para Kepala Desa yang secara terang-terangan ikut dalam pendaftaran calon Gubernur Dedi Mulyadi ke KPU Jabar, picu reaksi keras dari pengamat kebijakan publik di Kabupaten Purwakarta.
Dalam keterangan yang disampaikannya, Agus Yasin mengatakan,
“Perilaku Aparatur Desa hingga Kader Posyandu yang diketahui secara jelas dan terang-terangan, terlibat dan turut serta dalam kegiatan politik praktis merupakan catatan yang tidak bisa terbantahkan. Lemahnya Pengawasan dan Pembinaan bahkan Penindakan, pertanda bahwa Pemda Purwakarta sudah tidak lagi memiliki taji di mata aparaturnya,” tegasnya.
“Keterlibatan Kepala Desa, Perangkat Desa dan Kader Posyandu yang terang-terangan mengikuti kegiatan pendaftaran pasangan calon di Pilkada Jabar itu semestinya langsung di investigasi. Namun, lagi-lagi Aparatur Pengawas Internal Pemerintah (APIP) dan Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah terkesan tak punya nyali untuk bertindak. Diduga takut sosok politisi tertentu yang selama ini menjadi simbol kekuatan,” tambahnya kemudian.
Hal ini tentu bisa berdampak buruk dan dapat menimbulkan beberapa masalah serius.
Pertama, ketidakmampuan atau ketidakinginan Pemda untuk bertindak dapat menyebabkan erosi kepercayaan publik, terhadap integritas dan netralitas proses Pilkada. Masyarakat akan mencurigai, bahwa hukum dan aturan hanya diterapkan secara selektif dan diskriminatif.
Kedua, membiarkan pelanggaran ini tanpa tindakan tegas dapat menciptakan precedent negatif. Nantinya, pelanggaran aturan oleh aparatur Desa atau pihak terkait, menjadi hal yang biasa dan diterima, sehingga hal ini merusak tata kelola pemerintahan yang baik di tingkat lokal.
Ketiga, ketidakmampuan Pemda Purwakarta untuk bertindak bisa diartikan sebagai pembiaran atas penyalahgunaan wewenang, dimana Kades dan Perangkat Desa memanfaatkan jabatan mereka, untuk kepentingan politik, dan ini berpotensi memicu konflik kepentingan, dan ketidakadilan dalam proses Pilkada.
Keempat, jika Pemda Purwakarta tidak mengambil tindakan, otoritas lebih tinggi, seperti pemerintah provinsi atau kementerian dalam negeri bisa turun tangan, sehingga hal ini dapat merusak otonomi daerah dan menunjukkan bahwa Pemda Purwakarta tidak mampu menangani masalah di wilayahnya.
Kelima, Pemda Purwakarta yang membiarkan pelanggaran aturan tanpa tindakan, bisa dianggap lalai dalam menjalankan tugasnya, dan dapat mengakibatkan sanksi administratif dari otoritas yang lebih tinggi, atau bahkan investigasi oleh lembaga terkait.
Pemda Purwakarta perlu mempertimbangkan dampak jangka panjang, dari ketidakmampuannya untuk bertindak.
Sebagai pelindung aturan dan hukum di daerahnya, Pemda Purwakarta seharusnya tidak takut untuk menegakkan aturan, meski mungkin ada tekanan politik atau sosial.
Tindakan tegas akan memperkuat kepercayaan publik, dan memastikan bahwa proses Pilkada berjalan dengan adil dan sesuai dengan hukum,” pungkasnya.
(Gun)