PALI – Sumatera Selatan
Bramastanews.com
Survei Seismik 3D Idaman PT. Daqing Citra Petroleum Technology Service (PTS) di 11 Desa yang ada di Kecamatan dan beberapa desa di Kecamatan Talang Ubi Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) Provinsi Sumatera Selatan dinilai perlu dikaji ulang. Hal itu seiring banyaknya penolakan dari warga yang menganggap kegiatan itu bisa merusak lingkungan.
“Penolakan tentang kegiatan seismik oleh masyarakat saya rasa bukan tanpa alasan. Apalagi pihak pelaksana tidak pernah menjelaskan mengenai kajian lingkungan hidup dari kegiatan tersebut, atau kemungkinan dampak negatif kegiatan seismik bagi lingkungan sekitar dan dampaknya bagi kerusakan tanam tumbuh jangka panjang,”terang Suherman, saat berbincang dengan awak media pada Minggu (30/06/2024).
Menurut Ketua DPC LSM Gempur Kabupaten PALI ini, Kajian Lingkungan Hidup (KLH) adalah kajian yang mestinya dilakukan pemerintah sebelum memberikan izin pengelolaan lahan maupun hutan milik masyarakat, Hal tersebut sebagaimana tertuang dalam UU No 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Penyusunan KLH tersebut, kata Ketua LSM ini, ditujukan untuk memastikan penerapan prinsip pertumbuhan ekosistem dan tanam tumbuh berkelanjutan dalam suatu wilayah, serta penyusunan kebijakan dan program pemerintah untuk mengetahui potensi dampak atau risiko terhadap lingkungan hidup.
“Pemerintah sebaiknya terlebih dahulu melakukan kajian lingkungan hidup untuk mengetahui dampak-dampaknya, selanjutnya hal tersebut disampaikan kepada masyarakat agar tidak terjadi gejolak,” papar dia saat berkunjung langsung ke sekretariat DPC PJS Kabupaten PALI.
Secara garis besar, mekanisme pelaksanaan KLH meliputi pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, dan program terhadap kondisi lingkungan hidup di suatu wilayah, kajian alternatif penyempurnaan kebijakan dan program, serta rekomendasi perbaikan untuk pengambilan keputusan kebijakan dan program yang mengintegrasikan prinsip-prinsip pertumbuhan berkelanjutan.
“KLH sendiri menurut ketentuan harus memuat kajian mengenai kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk pertumbuhan berkelanjutan dan perkiraan mengenai dampak dan risiko aktivitas Seismik 3D terhadap lingkungan hidup,” jelas Suherman.
Ditambahkan dia, berdasarkan Peraturan Pemerintah No.27 Tahun 2012 tentang izin lingkungan, sebelum melakukan kegiatan usaha, setiap kegiatan wajib untuk membuat Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) atau UKL/UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan). “Prinsipnya Amdal dan UKL-UPL itu sama, yang membedakan adalah besar kecilnya kegiatan usaha,”tambahnya.
Dia menjelaskan, UKL-UPL sama seperti Amdal, berfungsi sebagai pedoman pengelolaan lingkungan bagi seluruh penyelenggara suatu kegiatan. Namun skala kegiatan yang diwajibkan UKL-UPL relatif cukup kecil dan dianggap mempunyai dampak terhadap lingkungan yang tidak terlalu besar dan penting. Namun demikian, dampak lingkungan yang dapat terjadi tetap perlu dikelola untuk menjamin terlaksananya pengelolaan lingkungan yang baik.
Oleh karena itu, lanjut Suherman, dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, diatur bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk dalam kriteria Amdal wajib memiliki UKL dan UPL.
“Semua ini merupakan upaya untuk mencegah atau mengurangi dampak buruk dari usaha, kegiatan atau proyek terhadap lingkungan hidup, terlebih saat ini yang lagi jadi perbincangan dan kekhawatiran masyarakat soal dampak negatif dari kegiatan survey seismik 3D Idaman PT. Daqing Citra Petroleum,” lanjut dia.
Menyikapi kekhawatiran masyarakat akan dampak negatif kegiatan seismik 3D, Suherman menganggap wajar, karena menurut nya, memang pihak perusahaan seismik 3D Idaman tidak perna memaparkan soal itu di setiap sosialisasi dengan masyarakat, begitu juga dengan pemerintah kabupaten, kendati setiap sosialisasi pihak pemerintah tidak perna absen, terlebih yang membidangi hal itu yaitu dinas lingkungan hidup.
“Hampir setiap sosialisasi di desa atau kecamatan saya monitor, tapi mereka tidak perna memaparkan dampak negatif dari kegiatan survey seismik 3D, bahkan pihak pemerintah pun hanya menyuarakan dan mengajak masyarakat mendukung saja, terlebih dinas lingkungan hidup, hanya jadi penonton dan pendengar setia setiap sosialisasi, dari sosialisasi ke masyarakat saja mereka sudah tidak beres, wajar saja setiap akhir episode meninggalkan trauma mendalam di masyarakat,”kata Suherman.
Dia menyayangkan jika pengalaman pahit dimasyarakat tidak jadi bahan introspeksi, dan dia sangat berharap pemerintah bisa tegas dalam mengambil sikap demi mengantisipasi gejolak di tengah masyarakat.
Ketua LSM Gempur ini juga meminta agar pemerintah kabupaten PALI mendesak pihak perusahaan seismik 3D Idaman untuk menjelaskan secara rinci dampak positif dan negatif kegiatan seismik kepada masyarakat dan membuat kesepakatan kedua belah pihak sebelum menginjakkan kaki di lahan warga, karena menurut Seherman, Hak warga juga perlu di hormati.
“Selain harus patuh terhadap aturan yang ada di negara ini seperti yang tertuang dalam PERPPU Nomor 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya, pihak perusahaan seismik juga harus tau adab dan etika, karena saya yakin mereka juga akan marah jika orang tak dikenal masuk rumah mereka tanpa izin, begitu juga dengan masyarakat pemilik lahan, izin dulu, sepakati dulu nilai ganti kerugian yang bakal dialami pemilik lahan, sudah sepakat baru mulai masuk lahan perkebunan orang,”tutup Suherman.