KENDARI, bramsatanews.com- Lembaga Jurnalis Sulawesi Tenggara (Sultra) yang terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) yang terhimpun dalam konsorsium Form bersama Jurnalis Sultra menggelar aksi demonstrasi, di Kota Kendari, Senin (20/5).
Aksi demontrasi yang di pimpin langsung oleh Sarjono (Ketua PWI Sultra), Nursadah (Ketua AJI Sultra) dan Saharuddin (Ketua IJTI Sultra) sebagai bentuk penolakan terhadap sejumlah pasal yang mengancam kebebasan pers, dan menghalangi tugas jurnalistik yang di selundupkan dalam revisi UU Penyiaran.
Beberapa pasal yang menjadi sorotan adalah Pasal 50 B ayat 2 huruf c yang melarang penayangan eksklusif karya jurnalistik investigasi. Karya jurnalisme investigasi merupakan harkat tertinggi seorang jurnalis.
Kedua, Pasal 50 B ayat 2 huruf k, penayangan Isi Siaran dan Konten Siaran yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan, dan pencemaran nama baik.
Pasal ini sangat multi tafsir terlebih yang menyangkut penghinaan dan pencemaran nama baik. Kami memandang pasal yang multitafsir dan membingungkan berpotensi menjadi alat kekuasaan untuk membungkam dan mengkriminalisasi jurnalis/pers.
Ketiga, Pasal 8A huruf q dan Pasal 42 ayat 2 yang menyebutkan penyelesaian sengketa terkait dengan kegiatan jurnalistik Penyiaran dilakukan oleh KPI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal ini harus dikaji ulang karena bersinggungan dengan UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers yang mengamanatkan penyelesaian sengketa jurnalistik dilakukan di Dewan Pers.
Menyikapi hal tersebut, Forum Bersama Jurnalis Sulawesi Tenggara, (PWI Sultra, AJI Kendari, IJTI Sultra) menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Menolak dan meminta agar sejumlah pasal dalam draf revisi RUU Penyiaran yang berpotensi mengancam kemerdekaan pers dicabut.
2. Meminta DPR mengkaji kembali draf revisi RUU Penyiaran dengan melibatkan semua pihak termasuk organisasi jurnalis serta public
3. Meminta kepada semua pihak untuk mengawal revisi RUU Penyiaran agar tidak menjadi alat untuk membungkam kemerdekaan pers serta kreativitas individu di berbagai platform.