Apakah Cinta Akan Tetap Ada Meski Cantik Itu Hilang.

oleh -173 Dilihat
Ilustrasi

Oleh : Hendarwan,A.B

KEHADIRAN cinta di era digital saat ini, tidak lagi dinilai berdasarakan sikap atau perilaku sang pujaan hati, namun mayoritas dinilai dari sisi materialnya. Cinta saat ini bukan lagi tentang seberapa serius kamu akan berusaha membahagiakan pasanganmu baik secara lahir maupun batin. Namun seberapa banyak materil untuk mengwujudkan kumpulan keinginan mereka yang silih berganti.

Pada dasarnya, gejolak asmara yang dimaknai sebagai cinta, saat ini hal yang lumrah pada setiap kalangan baik anak-anak, remaja, dewasa samapai kalangan orang tua, dan hal itu menurut saya normal dan manusiawi.

Menurut saya, cinta saat ini dapat dimaknai dengan suatu kumpulan emosi serta perilaku yang ditandai dengan adanya keintiman, gairah serta adanya komitmen antar pasangan. Cinta mengharuskan pelibatan perhatian, kedekatan, perlindungan, daya tarik, kasih sayang, dan kepercayaan.

Intinya adalah, dengan hadirnya cinta dapat saling menyempurnakan. Dihadapan cinta, semua terlihat kecil dan mudah untuk dihadapi. Ibaratnya, jika orang malas sekalipun ketika mengenggam cinta, maka cinta dapat merobohkan kemalasan itu, kearogansian, kekikiran dan sejenisnya. tidak ada yang salah pada cinta bagi kalangan remaja, dan dewasa, yang salah adalah hawa nafsu yang menunjukan ke intiman yang katanya wujud dari cinta itu sendiri.

BACA JUGA  Kami Kehilangan Aku Terkucilkan

Sehat atau tidaknya sebuah cinta tergantung bagaimana cara pengelolahan rasa (hati) dan akal. Cinta tanpa menggunakan akal akan menimbulkan yang disebut dengan kata Budak Cinta (Bucin), sedang cinta tanpa melibatkan hati akan menimbulkan sikap materialistis.

Cinta bukanlah sesuatu yang mematikan, bukan pula suatu wadah untuk pembantaian hati dan akal. Melainkan tempat berseminya dua insan untuk mewujudkan cinta untuk ibadah. Jangan pernah merasa terasingkan oleh cinta cinta. Raih kemerdekaan cintamu melalui kolaborasi rasamu dan akalmu.

Mayoritas terjadinya penyimpangan dalam mempraktekan cinta, datang dari kalangan remaja, dengan pemikirannya yang masih labil tanpa dibarengi keteguhan hati kerap menjerumuskannya dalam kasus tragis karena cinta.

BACA JUGA  Lulusan PPPK Konkep Akan Ikut MOOC sebagai Syarat Perpanjangan Kontrak.

Di era modern yang kaya akan digitalisasi ini, terdapat dekonstruksi makna mengenai cinta. Cinta telah disamakan dengan kecantikan, dan kecantikan selalu dilihat dari perpektif fisik. Cinta telah diperbudak oleh materialisme, dan menjerumuskan kedalam jeruji besi kecantikan fisik.

Keontetikan dari cinta itu sendiri kini menjadi pudar. Cinta dan cantik telah terbelenggu kedalam bentuk material yang sangat kasar, dan mudah hilang. Kamu tidak akan terlihat cantik tanpa memiliki fisik yang bahenol, dan tak akan merasakan cinta tanpa pelibatan harta yang bergelimang. Kemungkinan seperti itu, kalau masih kurang tambahkanmi saja dengan komentar anda. hehehe.

Seorang pemuda yang akan membuktikan cintanya, akan dinilai romantis apabila ia mengacu pada iklan di Televisi, memberikan seuntai bunga mawar, cincin berlian, cokelat dan sebagainya. Sedang cantik ditampilkan sebagai orang yang putih bagaikan sabun Sinzui, wangi dengan parfum Vitalis, langsing dengan obat, rambut hitam tanpa ketombe dan lain sebagainya.

BACA JUGA  Marak Politik Uang Dimasa Pemilihan, Berkah Atau Musibah

Saat ini, cinta dan cantik tersesat atau kehilangan arah menuju kesucian. Rasa cinta tidak lagi autentik karena penggunaan hati dan akal yang membabi buta. Penilaian cinta di era generasi Z saat ini, bersumber dari kegilaan fisik tubuh dan kemewahan harta.

Apakah Cinta Akan Tetap Ada, Walau Cantik Itu Hilang? Kalau kamu hanya mencinta dari hati yang lebih dominan, maka cinta akan membunuhmu. Sedang jikalau kamu hanya mencinta dari akalmu yang materialistis, maka cintamu akan ikut pergi dan menghilang. Cintamu tak akan pergi ketika cantik itu hilang, ketika kamu mencinta dengan hati yang beriringan dengan akal dan bgitupun sebaliknya.

“Mari mencintai pasanganmu dengan hati dan menggunakan akal, Untuk menjadikannya bernilai Ibadah.”*

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *