Bandung, bramastanews.com – Industri tekstil Indonesia sedang menghadapi krisis yang serius, terutama di Jawa Barat.masyaraka, Ketua Koperasi Jawa Barat Teppy mengatakan bahwa Kondisi ini diperburuk oleh Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8024 bertempat di Grend Astrilia Hotel Jalan Pelajar Pejuang pada hari Rabu, 24/7/2024.
“Kebijakan ini telah menyebabkan banyak produk tekstil dalam negeri tidak mampu bersaing dan memaksa sejumlah perusahaan untuk menghentikan operasinya.bahkan baru- baru ini di berlakukan, membebaskan masuknya Barang- barang Impor tanpa adanya peraturan teknis yang memadai”.tandasnya.
Di antara perusahaan yang terdampak adalah Alenatex di Muhammad Toha, Bandung, yang terpaksa memberhentikan sekitar 700 pekerja. Hal serupa terjadi di perusahaan Pulau Mas di Kabupaten Bandung. Banyak perusahaan tekstil lainnya juga mengalami nasib yang sama, mengakibatkan ribuan pekerja kehilangan pekerjaan mereka.
Asosiasi Pengusaha Tekstil Indonesia (APTI) dan Serikat Pekerja mengungkapkan keprihatinan mereka terhadap kebijakan ini. Mereka meminta pemerintah untuk mencabut Permendag No. 8024 dan memperketat regulasi terhadap barang-barang impor yang masuk ke Indonesia. Mereka menegaskan bahwa masuknya barang impor murah tanpa pengawasan yang memadai tidak hanya merugikan industri dalam negeri tetapi juga mengakibatkan pengangguran yang masif.
Kepala Dinas Tenaga Kerja Jawa Barat menyatakan bahwa tingkat pengangguran di provinsi tersebut hampir mencapai 2 juta orang, dan angka ini diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan terus berlanjutnya penutupan perusahaan tekstil. Meskipun Jawa Barat menerima investasi dalam jumlah besar, penyerapan tenaga kerja tetap rendah, menimbulkan pertanyaan mengenai efektivitas investasi tersebut dalam mengurangi pengangguran lokal.
Pada Musyawarah Daerah (Musda) yang digelar, berbagai pihak mendesak pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan impor dan memberikan perhatian lebih pada industri lokal. Selain itu, mereka juga menuntut pembatalan undang-undang Tapera yang dianggap merugikan pekerja, serta penegakan hukum yang lebih ketat terhadap importir nakal.
Musda tersebut menghasilkan beberapa rekomendasi, termasuk pentingnya penegakan regulasi yang lebih ketat di pintu-pintu masuk barang impor, seperti bandara dan pelabuhan, bukan hanya di pasar-pasar. Mereka menekankan bahwa razia di pasar hanya menyentuh gejala, bukan akar masalah.
Pemerintah diharapkan segera mengambil langkah nyata untuk menyelamatkan industri tekstil nasional dan melindungi tenaga kerja lokal dari dampak negatif kebijakan impor yang tidak terkontrol. Tanpa tindakan yang tepat, krisis ini berpotensi semakin memperburuk kondisi ekonomi dan sosial masyarakat.
Reporter
nengsih