Penyandang Disabilitas Korban Kekerasan Minta Oknum Pelaku Dicopot dari Jabatan
JAKARTA – Bramastanews.com_Kasus kekerasan terhadap seorang pengamen penyandang disabilitas tunanetra di Pematang Siantar Sumatera Utara pada Jumat 13 Juni 2025, viral di medsos dan media online.
Peristiwa itu kemudian menjadi pusat perhatian publik khususnya masyarakat dari kalangan disabilitas.
Tindakan penertiban saat razia gabungan yang dilakukan oknum Dinas Sosial (Dinsos) dan Satpol PP yang tidak humanis, dinilai sangat memprihatinkan dan tak layak diterima oleh seorang penyandang disabilitas, sehingga menimbulkan kecaman dan kritikan.
Saat dihubungi awak media melalui ponselnya, Heri, penyandang disabilitas mengungkapkan kejadian kekerasan yang menimpa dirinya saat di razia oleh oknum petugas Satpol PP dan Dinas Sosial Pematang Siantar.
“Saya sangat merasa terhina, kecewa atas insiden yang menimpa saya saat di razia oleh petugas Satpol PP dan Dinas Sosial, bahkan saya dituduh pura – pura buta, saya diseret paksa sampai terjatuh, karena saya tidak mau di bawa ke kantor. Menurut saya lebih baik pulang anak dan istri saya butuh makan, kalau saya dibawa kekantor bagaimana dengan anak dan istri saya,” tutur Heri.
Heri juga menyampaikan ada pihak yang datang ke tempat tinggalnya, mengaku dari Dinas Sosial dan membawanya ke rumah Walikota Pematang Siantar.
“Saya diberi uang damai 5 juta, dan akan dijanjikan diberi modal untuk buka tempat pijat tradisional,” lanjut Heri.
“Pada hari Minggu ada pihak datang ke kosan saya yang mengaku dari Dinas Sosial dan saya dibawa ke rumah Walikota Pematang Siantar, saya diberikan uang 5 juta rupiah, cuma saya tidak boleh ngamen dulu selama 2 minggu di Pematang Siantar, dan pak Walikota juga berbicara kepada saya menanyakan keinginan saya.
“Keinginan kamu apa, kata pak Walikota, saya bilang kalau ada modal mau buka usaha pijat tradisional, saat itu katanya akan dibantu untuk modal sebesar 20 Juta,” ungkap Heri kepada Media.
Namun rupanya kekecewaan Heri belum terobati, dia meminta dan mendesak para pelaku yang sudah menyeret dirinya harus meminta maaf secara langsung.
“Dalam kedatangan beberapa orang yang mengaku dari pihak Dinas Sosial Pematang Siantar, ada yang di potong kalimat saya saat klarifikasi mediasi yang beredar di medsos. Saya meminta copot jabatan atau sanksi yang berat oknum- oknum yang telah melakukan tindakan kekerasan kepada saya,” cetus Heri.
Pria penyandang disabilitas yang bernama lengkap Herisan D Huhu telah menikah dengan seorang penyandang disabilitas juga bernama Nelly Hutahuruk, mereka memiliki satu orang anak berusia 4 tahun bernama Fajar Alexi San Pratama Hulu.
Ketua Umum Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) mengecam keras tindakan kekerasan terhadap Heri seorang Penyandang disabilitas netra oleh Satpol PP dan Petugas Dinas Sosial Pematang Siantar Sumatera Utara.
Menurut Norman insiden ini harus menjadi atensi pembenahan perlakuan terhadap warga penyandang disabilitas dan PPDI siap mengadvokasi secara khusus maupun secara hukum, agar menjadi perhatian dan tidak terulang kedepan perlakuan tidak manusiawi di seluruh Indonesia,” ujar Norman Yulian, Senin (16 /06/2025).
Norman juga menyampaikan beberapa hal yang perlu diperhatikan diantaranya:
– Tindakan yang Perlu Dilakukan,
– Investigasi menyeluruh terhadap kasus kekerasan ini untuk memastikan pelaku bertanggung jawab.
– Pemberian sanksi tegas terhadap Kabid Dinas Sosial dan petugas Satpol PP yang terlibat dalam kasus kekerasan.
– Pelatihan dan edukasi kepada aparat tentang hak-hak penyandang disabilitas dan cara berinteraksi dengan mereka.
Hak-Hak Penyandang Disabilitas:
– Hak atas perlindungan dari kekerasan, penelantaran, dan eksploitasi,
– Hak atas akomodasi yang layak dalam proses peradilan,
– Hak atas kesetaraan dalam segala aspek kehidupan.
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, disebutkan bahwa penyandang disabilitas memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan dan pemenuhan hak-hak mereka. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2020 juga mengatur tentang akomodasi yang layak untuk penyandang disabilitas dalam proses peradilan .
Kasus seperti ini menunjukkan pentingnya kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap isu disabilitas serta penegakan hukum yang adil dan transparan,” pungkas Norman Yulian.
(Red)