Jakarta || Bramastanews.com
PT. Pertamina (Persero) melalui anak usaha khusus distribusi Bahan Bakar Minyak (BBM) yaitu PT. Pertamina Patra Niaga melarang keras pembelian BBM subsidi Pertalite dengan menggunakan jerigen. Hal ini tidak dibenarkan karena Pertalite telah ditetapkan sebagai Jenis Bahan Bakar Minyak Khusus Penugasan (JBKP) pengganti Premium. “Larangan tersebut sebagaimana diatur Surat Edaran Menteri ESDM No. 13/2017 mengenai Ketentuan Penyaluran Bahan Bakar Minyak melalui Penyalur,” terang Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Swadaya Masyarakat Generasu Muda Peduli Tanah Air (Dpp Lsm Gempita) Drs. Aris Sucipto M.Si kepada Temporatur.com melalui pesan singkat WhatsApp, Kamis (7/12).
Terkait semua itu jelas sudah ada ketentuannya dari Kementerian ESDM bahwa untuk BBM bersubsidi itu tidak diperkenankan diperjual belikan kembali. Langkah ini dilakukan menyusul ditetapkannya Pertalite sebagai Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP), sesuai dengan Kepmen ESDM Nomor 37 Tahun 2022.
Maraknya terjadi pembelian Pertalite menggunakan jerigen jelas menuntut PT. Pertamina (Persero) harus extra dalam melakukan pengawasan lapangan. Sehingga harga jual ecerannya yang diatur dalam aturan tersebut dan kuotanya ditentukan Negara tidak di salah gunakan. “Karena sesuai dengan UU Migas no 22 tahun 2001 dan PP 36 tahun 2004 bahwa untuk melakukan kegiatan usaha hilir migas harus mendapatkan persetujuan dari Pemerintah dalam hal ini melalui kementerian ESDM ( Dirjen Migas) dan mendaftarkan izin usaha niaga tersebut ke BPH Migas,” Aris menambahkan.
Perlu diketahui maraknya SPBU bandel yang tetap melayani pembelian menggunakan jerigen, Seperti SPBU 34-14209 yang terletak di Jalan Pegangsaan Dua, Tugu Selatan, Jakarta Utara. Berdasarkan pantauan awak redaksi modus polarisasinya penjualan menggunakan jerigen tersebut dilakukan malam hari pukul 12 malam samoai menjelang dini hari dan di sinyalir adanya keterlibatan oknum SPBU itu sendiri. Hal ini jelas menuntut PT. Pertamina untuk bersikap tegas dan memberikan sanksi bagi SPBU nakal.
Terpisah, menurut Pemerhati Lingkungan yang juga aktivis 98 Lumpen mengatakan,” Salah satu kejahatan terhadap migas yaitu penimbunan minyak bumi dan gas. Tindakan tersebut merugikan negara dan masyarakat, pelaku dijerat dengan Pasal 55 Undang Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi sebagaimana telah diubah dengan Pasal 40 angka 9 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja”.
“Pelaku terancam dipidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp60 miliar,” pungkas Lumpen.
(***)