Jakarta || Bramastanews.com
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Solidaritas Indonesia (DPP PSI) Furqan AMC menekankan pentingnya evaluasi sistem zonasi PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) di seluruh Indonesia.
“Penerapan sistem zonasi PPDB telah menimbulkan kisruh di berbagai daerah, karena itu wajib hukumnya sistem zonasi PPDB dievaluasi total,” ungkap Furqan AMC.
Lebih lanjut Furqan menjelaskan, tujuan awal diterapkannya sistem zonasi sangat mulia, diantaranya agar terjadi pemerataan akses pendidikan dan menghilangkan klasifikasi sekolah favorit dan tidak favorit.
Selain itu sistem zonasi juga diharapkan dapat mendekatkan lingkungan sekolah dengan lingkungan keluarga sehingga orang tua akan lebih mudah memantau perkembangan anak dan kegiatan sekolahnya.
Namun menurut Furqan dalam prakteknya ada 5 (lima) dosa besar dari sistem zonasi PPDB, yaitu:
1. Sistem Zonasi PPDB telah mendiskriminasi anak bangsa yang dijamin hak pendidikannya oleh konstitusi hanya karena jarak rumahnya yang berada di luar zonasi. Sementara sebaran sekolah negeri tidak merata di setiap wilayah.
Sebagai contoh di DKI, ada 40 SMA negeri di Jakarta Timur, sementara di Jakarta Selatan cuma 29. Lebih parahnya lagi di Jakarta Utara dan Jakarta Barat masing-masing cuma ada 17 SMA Negeri. Sementara di Jakarta Pusat paling sedikit, cuma 13 SMA Negeri.
Sebaran sekolah negeri yang tidak merata itu membuat akses CPDB (Calon Peserta Didik Baru) untuk mendapatkan sekolah negeri tidak setara (diskriminatif).
Di saat yang sama jumlah daya tampung sekolah negeri sangat terbatas dibanding pertumbuhan populasi.
Sebagai contoh berdasarkan data Disdik DKI jumlah daya tampung SMP di DKI 71 ribu kursi, sementara perkiraan jumlah murid barunya mencapai 149 ribu siswa.
Untuk SMA daya tampung di DKI cuma 28 ribu kursi dan SMK 19 ribu kursi, sementata perkiraan jumlah murid barunya mencapai 139 ribu siswa.
2. Sistem Zonasi PPDB merusak basis moral sebagian anak Calon Siswa Didik Baru (CPDB) karena dikondisikan orang tua atau pihak tertentu untuk memanipulasi data alamat atau Kartu Keluarga (KK).
Di SMA 8 Pekan Baru Riau, terungkap 31 KK palsu dari calon siswa. Sedangkan di kota Bogor, Jawa Barat 208 siswa SMP dicoret karena ada masalah kependudukan, tidak sesuai domisilinya yang tercatat di KK.
Di Jawa Barat, Gubernur Ridwan Kamil mengumumkan 4.791 siswa baru tingkat SMA sederajat dicoret dari PPDB Jabar.
Besar kemungkinannya temuan kasus ini hanyalah fenomena puncak gunung es. Kita patut khawatir praktek manipulasi data terjadi jamak di berbagai kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
3. Sistem Zonasi PPDB mengancam psikologis anak yang dicoret dari PPDB karena ketahuan data alamat maupun Kartu Keluarganya palsu. Si anak akan menanggung resiko stigma sosial maupun perasaan bersalah. Konsekwensinya bisa mempengaruhi konsep diri anak.
4. Sistem Zonasi PPDB telah menumbuhsuburkan praktek “pungli” dan “percaloan” yang pada akhirnya akan membentuk sikap permisif terhadap budaya korupsi. Budaya korupsi tersebut diperparah dengan budaya kolusi dan nepotisme yang juga marak dalam bentuk praktek “titipan” siswa dari pejabat atau dari tokoh masyarakat setempat. Pada akhirnya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) semakin sulit diberantas, bahkan bisa mewabah dalam segala bidang.
5. Sistem Zonasi PPDB yang telah memicu praktek manipulasi data Kartu Keluarga (KK) pada akhirnya merusak tertib data dukcapil dan selanjutnya akan menggangu validitas sensus kependudukan.
6. Kuota sistem zonasi PPDB yang besar telah menyebabkan minimalisnya kuota untuk anak Berprestasi dan kuota Afirmasi untuk mengakomodir Calon Peserta Didik Baru (CPDB) dari keluarga yang tidak mampu.
Berdasarkan Peraturan Kemendikbudristek Nomor 1 Tahun 2021 tentang pelaksanaan PPDB, daya tampung jalur zonasi untuk SD minimal 70% dari daya tampung sekolah. Sedangkan untuk SMP dan SMA masing-masing minimal 50% dari daya tampung sekolah.
Untuk Afirmasi, paling sedikit kuotanya 15%, sementara untuk perpindahan orang tua/wali paling banyak 5%. Jika persentase kuota masih tersisa, baru dialokasikan untuk Calon Peserta Didik Baru (CPDB) yang berprestasi. (Red)